Polri Pertanyakan Keterangan Napoleon

Terdakwa kasus suap penghapusan “red notice” Joko Soegiarto Tjandra, Inspektur Jenderal Napoleon Boneparte menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020). Mantan Kadivhubinter Polri itu didakwa menerima uang suap sebesar 200.000 dollar Singapura dan 270.000 dollar AS dalam rangka penghapusan nama Joko Tjandra dari daftar pencarian orang (DPO) pada Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham. [Kompas/Wawan H Prabowo]
Jakarta (Bharindo) Penyebutan ”petinggi Polri” saat Napoleon Bonaparte minta tambahan uang terkait penghapusan nama Joko Tjandra dari ”red notice” Interpol perlu ditelusuri kebenarannya. Diharapkan, kasus itu terang dalam persidangan.
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian mempertanyakan keterangan Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte yang mencatut petinggi Polri untuk meminta tambahan uang dari Joko S Tjandra. Sebab, hal itu tidak disampaikan dalam proses penyidikan sehingga tidak ada dalam berita acara pemeriksaan atau BAP.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono, Selasa (3/11/2020), di Jakarta mengatakan, pihaknya telah mengonfirmasi keterangan Napoleon dengan penyidik di Bareskrim Polri.
“Sudah saya konfirmasi kepada penyidik, tidak ada di dalam BAP. Jadi, pengakuan yang bersangkutan di persidangan, ya, silakan. Itu fakta persidangan. Akan tetapi, fakta penyidikan, itu tidak ada di BAP. Bagaimana kelanjutannya, kita sama-sama lihat,” tutur Awi.
Dalam berkas dakwaan, Napoleon disebutkan bahwa ia meminta tambahan uang saat menerima 50.000 dollar AS. Di sini, Napoleon mencatut petinggi Polri. “Ini apaan, nih, segini. ga mau saya. Naik ji jadi 7 (Rp 7 miliar) ji, soalnya, kan, buat ‘depan’ juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya. kan, beliau, ‘petinggi kita ini’,” ujar Napoleon seperti dalam dakwaan (Kompas, 3/11/2020).
Menurut Awi, pihaknya justru mempertanyakan alasan bersangkutan tak menyampaikan hal itu saat diperiksa penyidik. Hal itu baru diungkap saat sidang. Pasalnya, jika hal itu terungkap saat pemeriksaan dan tertulis dalam BAP, pasti penyidik mengejar keterkaitan
antara keterangan saksi-saksi lain dan jawaban tersangka.
“Tentu ini jadi bahan evaluasi,” ujar Awi.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan, informasi sekecil apa pun tentang tindak pidana oleh seorang tersangka atau terdakwa sebenarnya hams ditindaklanjuti penyidik di tingkat penyidikan.
Terlebih jika informasi itu bisa dikonfirmasi dengan bukti-bukti lain dan berpotensi munculnya pelaku
“Karena dalam hukum pidana, konsepsi tentang pelaku tidak melulu hanya orang yang melakukan langsung, tetapi juga sebagaimana diatur Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang disebut pelaku itu juga mereka yang turut serta melakukan dan mereka yang memberi bantuanisaat pidana dilakukan,” tuturnya.
Berdasarkan hal itu, keterangan soal petinggi Polri yang disampaikan Napoleon mestinya ditindaklanjuti. Sebab, keterangan itu bisa mengarah Pada orang yang memberi fasilitas, seperti hantuan, kesempatan, sarana, dan informasi.
Soal alasan keterangan Napoleon diungkapkan di luar BAR tambah Fickar, tidak bisa diterima. Jika hal itu terungkap dalam persidangan, majelis hakim dapat meminta jaksa penuntut umum menindaklanjuti.
Napoleon sendiri pernah menyatakan, dirinya akan membuka semua di persidangan. Hal itu jadi indikasi penting bahwa dia tak sendirian tersangkut.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, berpandangan, terkait keterangan Napoleon yang menyebut petinggi Polri, lebih baik hal tersebut ditunggu pembuktiannya dalam persidangan. “Majelis hakim akan memeriksa saksi-saksi, bukti bukti, dan mendengarkan keterangan terdakwa,” ujarnya. (Kompolnas)
Link: https://kompolnas.go.id/polri-pertanyakan-keterangan-napoleon/